Sabtu, 06 Juli 2013

KASUS PENGADUAN KONSUMEN DAN ANALISIS

Diposting oleh aiisyah maulida di Sabtu, Juli 06, 2013

PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah suatu hal yang sangat penting. Namun terkadang masih sering disepelekan oleh para pelaku usaha. Padahal perlindungan konsumen itu sendiri sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Th, 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pada dasarnya menurut UU RI No. 8 Tahun 1999 Pasal 3, UU Perlindungan konsumen ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk   
melindung diri.
b.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya  dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
c.       Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan   menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d.      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e.       Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
f.       Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha .produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Para pelaku usaha sering kali tidak memikirkan kepuasan konsumen. Tak jarang banyak pelaku usaha yang tega berbuat curang kepada konsumen yang nantinya akan merugikan konsumen demi tercapainya keuntungan yang maksimal atau untuk menekan ongkos produksi mereka. Dan yang lebih parahnya lagi jika konsumen tersebut tidak menyadari perbuatan curang para pelaku usaha tersebut. Terkadang bukan hanya pihak pelaku usaha saja yang salah, tetapi tak jarang juga kerugian itu disebabkan oleh ketidaktelitian konsumen dalam membeli produk-produk yang dijual oleh sang pelaku usaha.

Hak Konsumen merupakan Hak Asasi
Mengingat betapa pentingnya hak-hak konsumen, sehingga
 melahirkan persepsi bahwa hak-hak konsumen merupakan generasi
 Keempat Hak Asasi Manusia yang merupakan kata kunci dalam konsepsi
 hak asasi dalam perkembangan umat manusia di masa yang akan datang.
 Dimana persoalan hak asasi manusia tidak cukup hanya dipahami dalam
 konteks hubungan kekuasan yang bersifat vertikal, tetapi mencakup pula
 hubungan-hubungan kekuasaan yang bersifat horisontal, antar kelompok
 masyarakat, antara golongan rakyat atau masyarakat, dan bahkan antar satu
 kelompok masyarakat di suatu negara dengan kelompok masyarakat di
 negara lain. Hak konsumen dalam artian yang luas ini dapat disebut sebagai
 dimensi baru hak asasi manusia yang tumbuh dan harus dilindungi dari
 kemungkinan penyalahgunaan atau tindakan sewenang-wenang dalam
 hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal antara pihak produsen dengan
 konsumennnya.

Pengertian konseptual hak asasi manusia itu dalam sejarah instrumen
 hukum internasional setidak-tidaknya telah melampaui tiga generasi
 perkembangan. Generasi pertama, yaitu pemikiran mengenai konsepsi hak
 asasi manusia yang sejak lama berkembang dalam wacana para ilmuwan
 sejak era enlightenment di Eropa, meningkat menjadi dokumen-dokumen hukum internasional yang resmi.

Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
ª   Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
ª   Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
ª   Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
ª   Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
ª   Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
ª   Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
ª   Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

LPK (Lembaga Perlindungan Konsumen)          
merupakan lembaga yang memberikan perlindungan kepada konsumen , memberikan kepastian hukum terhadap hak hak konsumen dalam memperoleh nilai dari penggunaan suatu konsumsi barang dan jasa

Amandemen Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Amandemen/penyempurnaan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dilakukan melalui serangkaian kegiatan mulai dari pemetaan pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang memerlukan penyempurnaan, melakukan pembahasan dengan para pakar dan praktisi hukum pidana dalam forum group discussion yang intensif dan terakhir seminar membahas penyempurnaan naskah akademis Undang-undang dimaksud.

Beberapa hal mendasar dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen, yang diusulkan untuk disempurnakan diantaranya :
Sistematika Undang-undang akan memisahkan secara jelas dan tegas antara tanggungjawab Pelaku Usaha barang dengan tanggungjawab Pelaku Usaha jasa.
Jenis tanggungjawab Pelaku Usaha akan terdiri dari dua jenis, yaitu tanggungjawab kontraktual, yaitu tanggungjawab Pelaku Usaha berdasarkan kontrak yang dibuatnya, dan tanggung jawab produk (product liability).
Penyelesaian sengketa konsumen akan dipisahkan secara tegas antara penyelesaian sengketa secara litigasi dan non litigasi, dan penyelesaian secara non litigasi dibatasi dalam nilai gugatan tertentu.
Penyelesaian sengketa konsumen secara non litigasi yang dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
Kedudukan, fungsi, tugas dan wewenang berbagai lembaga.


CONTOH KASUS

Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut

Analisis :
            Seharusnya konsumen juga harus lebih teliti dalam memilih produknya, jangan mudah tergiur oleh harga murah. Dan pihak BPOM harusnya lebih mengawasi lagi, bukannya membiarkan begitu saja karna juga kan telah di sebutkan diatas  “Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.”

Sumber Referensi :


0 komentar:

Posting Komentar

 

created by aisyah Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea