DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN
Dalam distribusi pendapatan baik antarkelompok berpendapatan, antardaerah
perkotaan dan daerah pedesaan, atau antarkawasan dan propinsi dan kemiskinan
merupakan dua masalah yang masih mewarnai perekonomian Indonesia
Pada awal pemerintahan orde baru, perencanaan
pembangunan ekonomi di Indonesia masih sangat percaya bahwa apa yang dimaksud
dengan trickle down effect akan terjadi. Oleh karena itu, strategi pembangunan
diterapkan oleh pemerintah pada awal periode orde baru hingga akhir tahun
1970-an terpusatkan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka pusat pembangunan dimulai di Pulau Jawa, khususnya Propinsi Jawa
Barat, karena fasilitas seperti infrastruktur lebih tersedia dibandingkan
dipropinsi lainnya di Indonesia dan di beberapa propinsi hanya dibeberapa
sector saja yang bisa dengan cepat memberi pertumbuhan misalnya sector primer
dan industri berat.
Setelah sepuluh tahun pelita I dimulai, mulai
kelihatan bahwa efek yang dimaksud itu mungkin tidak dapat dikatakan sama
sekali tidak ada, tetapi proses mengalir kebawahnya sangat lamban. Sebagai
akibatnya, Indonesia menikmati laju pertumbuhan yang relatif tinggi, tetapi
pada waktu yang bersamaan tingkat kesenjangan semakin membesar dan jumlah orang
miskin semakin banyak. Tepatnya setelah pelita III, strategi pembangunan mulai
diubah. Tidak hanya pertumbuhan tetapi juga kesejahteraan masyarakat, tidak
hanya dijawa, tetapi juga diluar jawa, menjadi kesejahteraan masyarakat,
misalnya dengan mengembangkan industri yang padat karya dan sector pertanian .
hingga saat ini sudah banyak program pemerintah yang berorientasi mengurangi
kemiskinan, seperti inpres pedesaan, transmigrasi, dan masih banyak lagi.
Masalah
kesenjangan ekonomi (pendapatan) dan kemiskinan di Indonesia akan dibahas.
Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan dan kemiskinan tetap ada ditanah air
walaupun pembangunan ekonomi berjalan terus dan Indonesia memiliki laju
pertumbuhan yang relatif tinggi.
Beberapa
indikator distribusi pendapatan :
Sudah merupakan suatu fakta umum dibanyak negara berkembang, terutama
Negara-negara proses pembangunan ekonomi yang sangat pesat seperti indonesi,
laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dibarengi dengan tingkat kesenjangan
ekonomi atau kemiskinan yang tinggi pula.
Sebagai dasar dari kerangka
pemikiran untuk menganalisis masalah trade-off antara pertumbuhan dan
kemiskinan atau kesenjangan ekonomi adalaha salah satu metode statik yang umum
digunakan untuk mengetimasi sejauh mana pencapaian tingkat kemerataan dalam
distribusi pendapatan atau pengurangan kesenjangan ekonomi dalam suatu proses
pembangunan ekonomi adalah mengukur nilai koefesien atau rasio gini.
Selai koefesien gini, pengukuran pemerataan
pendapatan juga sering dilakukan berdasarkan kriteria bank dunia : penduduk
dikelompokan menjadi tiga kelompok; yaitu penduduk dengan pendapatan rendah yang
merupan 40% dari jumlah penduduk, penduduk dengan berpendapatan menengah yang
merupakan 40% dari jumlah penduduk, dan penduduk yang berpendapatan tinggi yang
merupakan 20% dari jumlah penduduk. Selanjutnya ketidak merataan pendapatan
disuatu ekonomi diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk
dengan pendapatan rendah.
Perubahan
distribusi pendapatan
Perhitungan distribusi pendapatan di Indonesia menggunakan data survei
sosial ekonomi nasional (susenas) pada tahun 1984, 1987, 1990, 1993. data
pengeluaran konsumsi rumah tangga yang dikumpulakan oleh susenas digunakan
sebagai pendekatan (proxy) untuk mengukur distribusi pendapatan penduduk di
Indonesia. Karena pengertian pengeluaran konsumsi tidak sama dengan pengertian
kekayaan, perbedaan konsep ini menjadi kendala serius dalam mengukur secara
akurat tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Karena bisa
saja seseorang tidak punya pekerjaan (pendapatan), tetapi sangat kaya karena
ada warisan keluarga. Banyak pengusaha muda dari tingkat pendapatanya tidak
terlalu berlebihan, tetapi mereka sangat kaya karena perusahaan tempat mereka
bekerja adalah milik mereka (orang tuanya).
Penggunaan data pengeluaran
konsumsi rumah tangga akan menghasilkandata pendapatan yang underestimate
karena jumlah pendapatan bia lebih besar, sama, atau lebih kecil dari pada
jumlah pengeluaran konsumsi. Misalnya pendapatan lebih besar tidak selalu
berarti pengeluaran konsumsi juga besar. Dalam hal ini, berarti ada tabungan.
Dalam hal ini belum tentu juga bila pendapatan rendah tidak selalu jumlah
konsumsi juga rendah. Banyak rumah tangga memakai kredit untuk membiayai
pengeluran konsumsi tertentu, misalnya untuk membeli rumah dan mobil untuk
biaya sekolah anak, atau bahkan untuk liburan.
Keberhasilan pembangunan di
Indonesia tidak hanya di ukur dari peningkatan pendapatan penduduk secara
agregat atau per capital, tetapi juga (justru lebih penting lagi) di lihat dari
distribusi peningkatan pendapatan tersebut terhadap semua anggota masyarakat.
Sekarang ini, tingkat pendapatan per kapital di Indonesia sudah lebih jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, yakni sekitar US$880.
namun, apa artinya jika 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang
manikmati 90% dari jumlah pendapatan nasional, sedangkan sisanya (90%) hanya
menikmati 10& dari pendapatan nasional selama ini hanya di nikmati oleh
kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan kelompok 90% tidak mengalami
perbaikan yang berarti. Jadi dalam kata lain, pembangunan ekonomi di Indonesia
akan dikatakan berhasil sepenuhnya bila tingkat kesenjangan ekonomi antara
kelompok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat kaya bisa diperkecil
Sejak akhir tahun 1970-an,
pemerintah maulai memperliatkan kesugguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan
penduduk ditanah air. Sejak itu aspek pemerataan dalam triologi pembangunan
semakin ditekankan dan didefinisikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah
banyak program pemerintahan hingga saat ini yang mecerminkan upaya tersebut,
seperti program serta kebijakan yang mendukung pembangunan industri kecil dan
rumah tangga serta koperasi, khususnya dipedesaan, inpres desa tertinggal
(IDT), program keluarga sejahtera, program keluarga berencana (KB), program
maka tambahan bagi anak sekolah dasar, program transmigrasi, peningkatan upah
minimum regional (UMR), dan masih banyak lagi.
Menurut
kriteria Bank Dunia, secara umum tingkat kesenjangan dalam distibusi pendapatan
di Indonesia selama kurun waktu 1984-1993 tergolong rendah, baik didaerah
pedesaan maupun daerah perkotaan yang ditunjukan oleh besarnyapersentase
pendapatan yang dinikmati oleh kelompok penduduk 40% berpenghasilan rendah.
Bagi kelompok penduduk 20% berpendapatan tinggi, besar pendapatanya yang
diterima justru mengalami penurunan. Penurunan pangsa pendapatan ini karena
laju pertumbuhan pendapatan kelompok penduduk 40% berpendapat rendah dan 40%
berpendapat menengah lebih besar dari pada laju pertumbuhan pendapatan kelompok
penduduk 20% berpendapat tinggi.
Tingkat pemerataan pendapatan di
daerah pedesaan yang relatif lebih baik dari pada didaerah perkotaan juga
terjadi hamper disemua propinsi di Indonesia. Semakin buruknya distribusi
pendapatan di daerah perkotaan dibandingkan didaerah pedesaan terutama
disebabkan oleh pola perekonmian dan jumlah serta kondisi sarana dan prasarana
pendukung kegiatan ekonomi sangat berbeda antara pedesaan dan perkotaan.
Dikota, Jakarta misalnya persaingan dalam dunia usaha dan dalam mendapatkan
pekerjaan semakin keras. Jumlah manusia dijakarta semakin keras. Jumlah manusia
dijakarta semakin banyaki, diperkirakan sekita sepuluh juta orang, yang
sebagian disebabkan oleh orang-orang yang terus datang ke Jakarta terutama yang
berasal dari Jawa dan Sumatra. Sementara kemanapun ekonomi Jakarta untuk
memberi pekerjaan bagi pencari kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun
terbatas. Terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari desa ke kota. Mereka
tidak bisa ditampung disektor formal akhirnya masuk ke sector informal yang
pada umumnya merupakan kegiatan ekonomi dengan tingkat produktivitas dan
pendapatan rendah. Karena terlalu banyak orang yang mau bekerja disektor
formal, sedangkan daya tamping sector tersebut terbatas maka semakin berat
seleksi penerimaan pekerja. Pendidikan atau keterampilan khusus menjadi salah
satu kriteria utama dalam seleksi tenaga kerja disektor formal. Jumlah
penganggruan, terutama setengah pengangguran, semakin tinggi, dan kesenjangan
antara kelompok masyarakat yang mempunyai kesempatan bekerja disektor formal
dan kelompok masyarakat yang hanya bisa bekerja disektor informal atau yang
tidak memiliki pekerjaan semakin besar.
KEMISKINAN
· Menurut
Sallatang (1986) kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan pendapatan dan
pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau ukuran-ukuran
fisiologi, psikologi dan sosial.
· Menurut
Esmara (1986) mengartikan kemiskinan ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber
ekonomi untuk mempertahankan kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya
dikaitkan dengan kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
· Menurut Basri
(1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan serba kekurangan
dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya.
· Menurut Badan
Pusat Statistik (2000), kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang
setara dengan beras 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di
daerah perkotaan.
· Poli (1993)
menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan ketidakterjaminan pendapatan,
kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset
produktif, ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan
ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya
dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya
infrastruktur dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
· Bappenas
dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan
masalah kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah
kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang, baik laki-laki maupun
perempuan untuk menjadi miskin
SPECKER
(1993) mengatakan bahwa kemiskinan mencakup beberapa hal yaitu :
1)
kekurangan fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
2)
gangguan dan tingginya risiko kesehatan,
3)
risiko keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi
dan lingkungannya,
4)
kekurangan pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa
hidup layak, dan
5)
kekurangan dalam kehidupan sosial yang dapat
ditunjukkan oleh ketersisihan sosial, ketersisihan dalam proses politik, dan
kualitas pendidik yang rendah.
Masalah kemiskinan juga menyangkut
tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan bermartabat. Pemecahan masalah kemiskinan perlu
didasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi
dan politik.
Ukuran
Kemiskinan
1.
Kemiskinan Absolut
Konsep kemiskinan pada umumnya
selalu dikaitkan dengan pendapatan dan
kebutuhan, kebutuhan tersebut hanya terbatas
pada kebutuhan pokok atau
kebutuhan dasar ( basic need ).
Kemiskinan dapat digolongkan dua
bagian yaitu :
a)
Kemiskinan untuk memenuhi bebutuhan dasar.
b)
Kemiskinan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi.
2.
Kemiskinan Relatif
Menurut Kincaid ( 1975 ) semakin
besar ketimpang antara tingkat hidup orang
kaya dan miskin maka semakin besar jumlah
penduduk yang selalu miskin.
Faktor-faktor Penyebab kemiskinan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemiskinan baik secara
langsung
maupun tidak langsung, yaitu sebagai berikut :
o
Tingkat kemiskinan cukup banyak.
o
Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (
produktivitas tenaga kerja ).
o
Tingkat inflasi.
o
Tinggat Infestasi.
o
Alokasi serta kualitas sumber daya alam.
o
Tingkat dan jenis pendidikan.
o
Etos kerja dan motivasi pekerja.
Strategi Dalam Mengurangi kemiskinan
· Pembangunan
Sektor Pertanian
Sektor pertanian memiliki peranan
penting di dalam pembangunan karena sektor
tersebut memberikan kontribusi yang sangat
besar bagi pendapatan masyarakat di
pedesaan berarti akan mengurangi jumlah
masyarakat miskin.
· Pembangunan
Sumber Daya manusia
Sumberdaya manusia merupakan investasi insani yang memerlukan biaya yang
cukup besar, diperlukan untuk mengurangi
kemiskinan dan meningkatkan
kesejahteraan masyrakat secara umum, maka dari
itu peningkatan lembaga
pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan
langka yang baik untuk diterapkan oleh
pemerintah.
· Peranan
Lembaga Swadaya Masyarakat
Mengingat LSM memiliki
fleksibilitas yang baik dilingkungan masyarakat
sehingga mampu memahami komunitas masyarakat
dalam menerapkan rancangan
dan program pengentasan kemiskinan.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar