Karya
Ilmiah : Korupsi
I.
PENDAHULUAN
Dalam arti
yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi
dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam
bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para
pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi
yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini
dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah
hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai
contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga
yang tidak legal di tempat lain.
Pada
hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan,
dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan
pada umumnya.
Korupsi sudah
berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak
terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang
sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat
yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial
yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya
sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan
pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu
terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan
usaha-usaha penggelapan.
Korupsi
dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan,
sedangkan proses birokrasi relaif lambat, sehingga setiap orang atau badan
menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalanimbalan dengan
cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus
menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga
timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya
diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka
mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan
korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif.
II.
Latar
Belakang
Sering kita mendengar kata yang satu ini, yaitu “KORUPSI”, kata tersebut
tidak asing lagi. Karena sudah marak dikehidupan kita. korupsi ada disekeliling
kita, terkadang kita tidak menyadari itu. Korupsi biasa terjadi dirumah,
sekolah, masyarakat, maupun diinstansi tertinggi dan dalam pemerintahan. Mereka
yang melakukan korupsi terkadang mengangap remeh hal yang dilakukan itu. Hal
ini sangat mengkhawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi
dibangun dari korupsi, maka korupsi akan dapat merusaknya.
Dari kenyataan
diatas dapat ditarik dua kemungkinan melakukan korupsi, yaitu ;
Metode yang digunakan oleh pendidik belum sesuai
dengan kenyataannya, sehingga pelajaran yang diajarkan tidak dapat dicerna
secara optimal oleh anak didik.
Kita sering menganggap remeh bahkan malas untuk
mempelajari hal ini , karena kurangnya motivasi pada diri sendiri, sehingga
sering sekali berasumsi “untuk apa mempelajari “ padahal itu sangat penting
untuk diketahui agar tahu hak dan kewajiban kita untuk Negara ini.
1.1
Mengenal Korupsi
Korupsi adalah
produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sabagai
standard kebenaran dan sebagai kekuasaan mutlak. Sebagai akibatnya , kaum koruptor yanng kaya raya dan para
politisi korup di hormati. Mereka juga akan menduduki status sosial yang tinggi
dimata masyarakat. Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman mesir kuno,
babilonia, roma, sampai abad pertengahan dan sampai sekarang.
Korupsi terjadi
diberbagai negara-negara maju sekalipun. Di negara amerika serikat sendiri yang
sudah begitu masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat
primit dimana ikatan ikatan sosial masih sangat kuat dan control sosial yang
efektif, korupsi relatif jarang terjadi.
1.2 Rumusan masalah
1)
Pengertian “KORUPSI”?
2) Apa
penyebab terjadinya “KORUPSI”?
3) Jenis-jenis “KORUPSI”?
4)
Peran Pemerintah terhadap “KORUPSI”?
5)
Dampak
negatif Yang Ditimbulkan ?
6)
Korupsi dan
Desentralisasi ?
1.3 Tujuan
Tujuan saya membuat
karya ilmiah ini adalah berharap korupsi bersih dari Negara ini, dan tidak
pernah muncul lagi supaya kehidupan masyarakat menjadi sejahtera.
III.
Pembahasan
1) Pengertian
Korupsi
Dalam arti yang luas, korupsi atau
korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.
Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya
korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh
dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi
berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi,
yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik
dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau
korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika,
pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam
hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat
penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau
wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak.
Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun
ada juga yang tidak legal di tempat lain.
2) Penyebab terjadinya korupsi
§ Lemahnya pendidikan agama dan etika.
§ Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidak
menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
§ Kurangnya pendidikan. Namun kenyataannya sekarang
kasus-kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh koruptor yang memiliki
kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar dan terpandang sehingga alas an
ini dapat dikatakan kurang tepat.
§ Kemiskinan. Pada kasus korupsi yang merebak di
Indonesia, para pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan,
sebab mereka bukanlah dari kalangan yang tidak mampu melainkan para
konglomerat.
§ Tidak adanya sanksi yang keras dan tegas atas
pelaku tindak pidana korupsi.
3) Jenis-jenis korupsi
a) Korupsi Waktu
Yaitu korupsi
yang berkaitan dengan penyalahgunaan waktu, korupsi waktu ini lebih biasa
dikenal dalam bahasa awam jam karet. Jenis korupsi waktu ini mrupakan suatu
bentuk korupsi yang menyebabkan minimnya efisiensi dan kurangnya hasil yang
dicapai dalam suatu pekerjaan, misalnya saja suatu pekerjaan yang seharusnya
dimulai pukul 08.00 bbwi dan selesai pukul 14.00 bbwi, ternyata dilakukan
dengan dimulai pada pukul 09.00 dan diakhiri pukul 12.00. Hal ini tentu saja
mengakibatkan ketidakefektifan dan akan mengakibatkan kerugian yang tidak
sedikit bagi instansi bersangkutan dimana korupsi waktu terjadi.
b) Korupsi
ilmu pengetahuan
Adalah
korupsi dimana seseorang meminta supaya penemuan/pendapatnya dibenarkan dari
sudut pandang suatu ilmu pengetahuantertentu, padahal sebenarnya pendapat itu
salah. Korupsi ilmu pengetahuan ini dalam suatu bidang pemerintahan terjadi
ketika seorang pejabat administrasi negara melakukan tindakan pembenaran atas
nama ilmu pngetahuan atas tindakannya yang salah, misalnya dengan doktrin hukum
mengenai asas diskresi, pejabat administrasi meminta pembenaran atas
tindakannya yang sewenang-wenang.
c) Korupsi Politik
Korupsi
politik adalah korupsi yang dilakukan dalam bidang politik, misalnya adalah
money politic dalam kerangka pemilu, intimidasi dalam suatu proses politik.
Korupsi politik ini tentu saja akan menghasilkan suatu pemerintahan yang korup
karena pemerintahan tersebut didapat dari hasil korupsi politik sehingga dapat
dipastikan pelaksanaan dari pemerintahan tersebut akan lebih memungkinkan dan
menyuburkan korupsi jenis lainnya.
Korupsi
politik ini berkembang dan tumbuh subur pada masa orde baru dimana pemilihan
umum selalu diwarnai oleh jualbeli suara, mengakibatkan pengaburan demokrasi
dengan tindakan penyuapan untuk mendapatkan kekuasaan. Pada masa orde baru,
korupsi politik ini tersamar dan tidak terlihat, dilindungi oleh rezim militer
dan kekuasaan otoriter yang ada. Pada saat inpun, korupsi politik masih menjadi
penyakit yang mempengaruhi kinerja administrasi publik.
d) Korupsi Materiil
Korupsi
materiil adalah korupsi yang berhubungan dengan materi atau keuangan. Tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa jenis korupsi materiil ini yang sering dilakukan
oleh pejabat administrasi negara dan menjadi penyakit birokrasi yang mengakar
dan sulit disembuhkan. Korupsi materiil ini menjadi sumber utama krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sebagai buah dari tindakan-tindakan korupsi para pejabat
administrasi negara terhadap keuangan negara baik di tingkat pejabat atasan
sampai level bawahan.
Pejabat
atasan melakukan korupsi dengan menggelapkan dana proyek pembangunan, dan
pejabat administrasi baawahan melakukan korupsi dalam penyelenggaraan pelayanan
terhadap masyarakat, dengan berdalih sebagai uang rokok ataupun uang lelah.
Korupsi materiil ini tumbuh subur dan berkembang pesat pada masa orde baru dan
bertahan sampai saat ini, sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua pelayanan
dan pelaksanaan pemerintahan diselimuti oleh tindakan korupsi yang menggerogoti
keuangan negara.
4) Peran pemerintah terhadap korupsi
Pemerintah melakukan berbagai cara untuk
mamberantas korupsi, salah satunya dengan mendirikan KPK yang bertujuan untuk
memberantas korupsi yangterjadi. Pemerintah juga membuat peraturan atau UU
tentang korupsi yang didalamnya terdapat peraturan-peraturan yang berisikan
ancaman dan hukuman serta denda terhadap yang melakukan praktek korupsi.
5) Dampak negatif yang ditimbulkan
¨
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap
pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses
formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi
akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
¨
Ekonomi
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga
mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi
dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi
menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan
investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat
untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan,
lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan
terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar
ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan
ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk
penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital
investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka
adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki
rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto
yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih
memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara
sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri
mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya
pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur
Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan
politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset
pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi
para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan
dari ekspropriasi di masa depan.
¨
Kesejahteraan
umum negara
Korupsi
politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun
merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka
6) Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan
perubahan paling mencolok setelah reformasi digulirkan. Desentralisasi di
Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus pelaksanaan
desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di
Indonesia menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik
di dunia. Kompleksitas permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok
adalah terkuangnya sebagian kasus-kasus korupsi para birokrat daerah dan
anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa praktek korupsi telah
mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia. Pemerintah daerah
menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga sering
membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutan-pungutan
yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka
meningkatkan PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di
daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk
masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan
sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan
pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro
memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya saing investasi
daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga,
faktor sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima, faktor
ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah
(KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini
pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini
berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi investasi yang
menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek korupsi melalui
pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan
desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya
kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di
birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut
berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya
investasi di daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan
kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang menyebabkan instabilisasi politik
di daerah yang membuat enggan para investor untuk menanamkan modalnya di
daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih menanamkan
modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon
kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan
memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini
tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar
pengeluaran pemerintah (government expenditure) karena para investor hanya
mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan output baru diluar
pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan berdampak pada
investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya mau
tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan
retrebusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi
praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi
inilah yang menjadi penyebab munculnya high cost economy yang melahirkan
korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang ribet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah
pembangunan ekonomi daerah dengan menarik investasi sebesar-besarnya dengan
merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka waktu pengurusan
dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan
PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan
pasti mengikuti.
IV.
Kesimpulan
Korupsi adalah penyalahgunaan
wewenang dan jabatan guna untuk kepentingan sendiri, keluarga, kelompok atau
teman. Korupsi menghambat pembangunan karena merugikan Negara dan sendi-sendi
kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
Cara menanggulangi korupsi yang
telah terjadi adalah penanggulangan bersifat preventif dan represif. Pencegahan
preventif yang perlu dilakukan adalah menumbuhkan dan membangun etos kerja
pegawai dan pejabat tentang pemisahan antara milik pribadi dengan milik
perusahaan atau Negara, menaikan gaji pegawai dan pejabat, menumbuhkan
kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan setiap diri pegawai atau pejabat
dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atsan lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol
sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara
pejabat dan pegawai. Sedangkan pencegahan represif adalah menegakkan hukum yang
berlaku pada koruptor, penayangan wajah koruptor di televisi dan herregistrasi
(pencatatan ulang ) kekayaan pewagai dan pejabat.